Anda mungkin menganggap dapat mengenal seseorang hanya dengan mendengarkan playlistnya. Seberapa keren dia dilihat dari berapa lagu hits yang mampir di ponselnya. Seberapa gaul dia dinilai dari seberapa tinggi chart lagu yang sedang dia mainkan. Seberapa pantas-diajak-nongkrong dia disimpulkan dari most played tracks pemutar musiknya.
Lalu terbitlah protesan (seperti yang sedang saya tulis ini) bahwa semua itu salah. Bagaimana nasib penikmat musik unpopular macam saya? Dikemanain saya? Dianggurin saat malam minggu? Wah, tanpa tahu isi playlist saya mungkin Anda semua akan melakukannya. Nilai apa yang pantas bagi kami penikmat musik ala kadarnya?
Saya tidak tahu-menahu tentang musik. Pada mulanya saya menganggap lagu itu seperti manusia. Sama saja di mata Tuhan. Tapi sejak muncul lagu Bad- Awkarin ft Young Lex (dan kenapa malah saya promo-in di sini?) saya jadi mikir-mikir lagi selera saya ini bermutu nggak ya.
Masalahnya sudah lebih dari lima kali saya mendapat teguran tentang lagu yang saya dengarkan. Halo... ini telinga siapa, yang ngatur siapa? Oke, saya ngaku salah. Saya tidak tahu ternyata mereka bakal nggak suka lagu pilihan saya.
Pertama, saya suka lagu dengan lirik bahasa asing. Bukan English juga saya suka. Semakin misterius menurut teman saya, maka semakin keren. Itu seperti jadi senandung rahasia saya. Lalu teman-teman akan menoleh sambil cemberut, "Kau kurang kerjaan ya?" dan itu adalah cue saya untuk mematikan player musik.
Kedua, saya tidak pernah memandang umur. Meskipun itu lagu baru rilis kemarin sore, atau jaman bapak-ibu, kalau saya suka... ya akan saya jadikan favorit. Tahu sendiri kan ya tipe-tipe lagu The Beatles versus Coldplay bedanya gimana. Saya tidak bilang Coldplay itu jelek. Malah Coldplay juga salah satu favorit saya. Hanya saja kalau saya ketahuan mendengarkan lagu keduanya, mungkin saya akan diajak ngobrol karena mendengarkan Coldplay ketimbang The Beatles.
Ketiga, saya tipe orang yang lebih sering menganalisa lirik daripada nada. Mungkin karena saya termasuk tipe hopeless-romantic sehingga sering menghubung-hubungkan lirik lagu. Lucunya saya lebih hafal lirik lagu daripada nadanya sendiri. Sia-sianya nggak ada tuh obrolan antara teman sepergaulan saya yang membahas lirik. Adanya juga membahas 'betapa asyik lagu ini' atau 'sumpah, enak dipake karaokean'.
Yang terakhir, saya tidak suka ada orang yang dengan gampangnya menilai selera musik orang lain. Misalnya begitu tahu kalau orang yang duduk di sebelahmu itu ternyata suka lagu Ed Sheeran lalu kamu menyebutnya 'melankolis cengeng menye-menye'. Saya belum buka undang-undang sih, tapi ada tidak pasal yang menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk mendengarkan lagu-lagu favorit mereka tanpa adanya tekanan trend? Atau seberapa serius perlindungan negara atas kaum minoritas yang menyukai lagu lawas berlirik ciamik?
Kemudian saya teringat (di tengah suara speaker sekre yang menyuarakan salah satu lagu Chainsmoker) bahwa saya masih punya banyak tugas yang harus saya selesaikan daripada memprotes ketidakadilan ejekan kawan-kawan soal lagu.
Komentar
Posting Komentar