Dalam setahun, ada satu bulan yang saya dedikasikan untuk membahagiakan diri saya. Kalau bulan-bulan lain saya dedikasikan untuk membahagiakan sesama (eaaa- engga juga sih). Bulan itu adalah bulan Agustus. Waktu terompet tahun baru terdengar, bulan inilah yang sudah terbayang di kepala saya. Wah akan jadi apa Agustus ini?
Saya bukan tipe yang suka merayakan. In fact, saya sering sakit di bulan ini. Entah kenapa. Engga ada mitos kok. Perubahan iklim mungkin. Tapi selalu saja kebahagiaan di bulan ini membuat hati saya menari-nari. Mungkin 2019 dimulai dari Agustus. Mungkin bulan-bulan sebelumnya adalah trial yang tidak free.
Saya bukan tipe yang suka merayakan. In fact, saya sering sakit di bulan ini. Entah kenapa. Engga ada mitos kok. Perubahan iklim mungkin. Tapi selalu saja kebahagiaan di bulan ini membuat hati saya menari-nari. Mungkin 2019 dimulai dari Agustus. Mungkin bulan-bulan sebelumnya adalah trial yang tidak free.
Saya mempelajari banyak hal sepanjang tahun ini dan Agustus adalah waku yang tepat untuk berkontemplasi. Memikirkan sudah sejauh mana saya berkembang, sedalam apa yang sudah saya pelajari, sebeda apa dengan Agustus tahun lalu, sebaik atau seburuk apa saya menjadi, dan seberat apa saya membengkak menelan berjuta-juta kalori yang saya nikmati setiap molekulnya. Saya terbiasa untuk melakukan komparasi antara sebelum dan sesudah, sebelum Agustus 2019 dan sesudahnya.
Ada yang bilang bahwa umur itu adalah konsep yang diciptakan oleh manusia. Seperti juga bulan dan tahun. Ada yang tua pada usia 17 tahun ada yang masih kanak-kanak di 70 tahun. Angka seharusnya tidak menjadikan manusia 'tua', ia seharusnya menjadikan kita lebih bijaksana. And I hope that's what it did to me.
Saya mendapat sebuah pelajaran (dari pengalaman) bahwa kesempatan tidak hadir, ia bukanlah tamu. Kesempatan adalah tuan rumah yang untuk menemuinya kita harrus mengetuk pintu terlebih dahulu. Ada yang butuh usaha ketukan berkali-kali, ada yang hanya sekali, ada pula yang tidak peduli berjuta-juta kali saya mencoba ia tetap terkunci dan membiarkan saya kehujanan di luar. Tapi jumlahnya tidak lebih banyak dengan yang terbuka lebar dan mempersilahkan saya masuk sambil menyuguhkan biskuit dan teh hangat atau Cha Time hazelnut milk tea. Maka dari itu saya mencoba meyakinkan diri saya untuk tidak bersedih. Walau pun yha... tetep aja namanya juga manusia... hatinya bukan terbuat dari tempurung Sulcata.
So dalam kesempatan ini I would like to congratulate myself. Semoga yang terbaik akan selalu Tuhan berikan. Semoga bulan ini menjadi awal yang menyenangkan. Semoga selalu dilindungi. Terima kasih sudah bertahan sejauh ini dan mudah-mudahan hingga Agustus berikutnya.
Terima kasih pula kepada mereka-mereka yang ingat hari bahagia saya, menyelipkan nama saya dalam doa, mengirim ucapan lewat pesan, dan memberikan percikan-percikan positif.
Ketahuilah, saya ikut berdoa sebelum setiap aamiin bahwa kebahagiaan akan selalu hadir pada hidup kalian juga.
Agustus adalah kita dalam setiap anginnya. Agustus adalah panas yang malu-malu dalam menyambut lembabnya hujan. Agustus adalah kesempatan yang dibungkus Tuhan dalam amplop yang Ia kirimkan sebagai balasan atas tangan-tangan yang meminta.
Komentar
Posting Komentar